Orang tua mana yang tidak ingin anak yang sempurna? Cerdas, aktif, gembira, santun dan sempurna penampilannya. Kenyataannya saat ini banyak sekali kasus anak-anak yang berkebutuhan khusus.
Sebelum mulai membahas tentang anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) ini, sebaiknya dimengerti dulu maksud dari istilah tersebut. Seorang pemerhati masalah anak-anak berkebutuhan khusus, Julia Van Tiel, memberikan definisi tentang ABK.
ABK adalah anak-anak yang untuk memperoleh perkembangan memerlukan penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususannya.
Fenomena meningkatnya jumlah anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia, terutama anak-anak dengan spectrum autis (atau autistic spectrum disorder) dan anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan umum lainnya, yaitu keterlambatan bicara, gangguan belajar, gangguan perilaku (hiperaktif dan hipoaktif), down syndrome, cerebral palsy, dan sebagainya, menimbulkan keprihatinan yang mendalam dari sejumlah profesional medis, psikologi, orang tua dan para pemerhati masalah anak.
Kesulitan utama perbaikan penanganan anak-anak berkebutuhan khusus ini adalah mengenai Informasi dan kesulitan mendiagnosa para penderitanya. Agar lebih maksimal memang sebaiknya penanganan dilakukan sejak usia sangat dini, sayangnya kesalahan diagnosa sering justru menyebabkan anak-anak itu mengalami kemunduran.
Contoh kesalaahan diagnosa banyak diceritakan dalam tulisan-tulisan para pemerhati masalah ini.
Hingga saat ini anak-anak berkebutuhan khusus yang mendapat perhatian yang cukup luas di masyarakat adalah mereka yang tergolong kedalam Pervasive Developmental Disorder atau Autism Spectrum Disorder (ASD). Berikut adalah beberapa penggolongan anak-anak yang dianggap memiliki kebutuhan khusus. Penggolongan ini tidak bertujuan mengkotak-kotakkan atau memberi label pada anak-anak itu, tapi lebih bertujuan untuk mempermudah mendiagnosa dan menentukan penanganan khusus yang mereka butuhkan. Sekali lagi, mereka anak-anak biasa yang kemungkinan perkembangan dan potensinya masih sangat terbuka.
1. Autistic Disorder
Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
2. Asperger Disorder
Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama dengan anak autisme, yaitu memiliki gangguan pada kemampuan komunikasi, interaksi sosial dan tingkah lakunya. Namun gangguan pada anak Asperger lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering disebut dengan istilah ”High-fuctioning autism”. Hal-hal yang paling membedakan antara anak Autisme dan Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya. Kemampuan bahasa bicara anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme.
Intonasi bicara anak asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang hidup cendrung murung dan berbibicara hanya seputar pada minatnya saja. Bila anak autisme tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki kemauan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Kecerdasan anak asperger biasanya ada pada grade rata-rata keatas. Memiliki minat yang sangat tinggi pada buku terutama yang bersifat ingatan/memori pada satu kategori. Misalnya menghafal klasifikasi hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama latin, menghapal bagian bagian kendaraan bermotor dsb.
3. Rett’s Disorder
Rett’s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk kategori ASD. Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder mengalami kemuduran sejak menginjak usia 18 bulan yang ditandai hilangnya kemampuan bahasa bicara secara tiba-tiba. Koordinasi motorinya semakin memburuk dan dibarengi dengan kemunduran dalam kemampuan sosialnya. Rett’s Disorder hampir keseluruhan penderitanya adalah perempuan.
4. Childhood Disintegrative Disorder.
Yang membedakan anak Childhood Disintegrative Disorder (CCD) dengan anak autisme adalah bahwa umumnya anak CCD sempat berkembang secara normal sampai beberapa tahun termasuk kemampuan bahasa bicaranya. Biasanya anak-anak itu mengalami kemunduran setelah menginjak 2 tahun. Kemunduran kemampuan pada anak CDD bisa samapai pada kondisi anak dengan ganggaun autisme berat (low fuctioning autisme) dengan performa yang sama.
5. Pervasive Development Disorder Not Otherwie Specified (PDD-NOS)
Anak dengan gangguan PDD-NOS performanya hampir sama dengan anak Autisme hanya saja kualitas gangguannya lebih ringan dan terkadang anak-anak ini masih bisa bertatap mata, ekspresi wajah tidak terlalu datar dan masih bisa diajak bercanda.
Sekali lagi penggolongan diatas adalah hanya untuk kepentingan penanganan medis. Pada dasarnya perkembangan setiap anak berbeda-beda. kebutuhannya juga spesial dan berbeda. Dua orang anak yang memiliki sindrom yang sama, pasti memiliki perkembangan yang berbeda dan tingkatan yang berbeda.
Selain penggolongan di atas, ada juga anak-anak berkebutuhan khusus lain dan sering di salah kaprahkan dengan anak-anak Pervasive Developmental Disorder atau Autism Spectrum Disorder. diantaranya adalah :
1. Child with developmental Impairement
Yang banyak dikenal di Indonesia sebagai anak tuna grahita (mental retardation). Secara umum anak dengan gangguan retardasi mental memiliki inteligensi di bawah rata-rata normal, tidak mampu berprilaku adaptif sesuai tugas-tugas perkembangan usianya. Secara performa fisik tanpak sekilas anak retardasi mental seperti anak normal. Kemampuan berkomunikasinyapun tidak mengalami gangguan.hanyak saja anak retardasi mental sulit mengembangkan topik pembicaraan kearah yang lebih lanjut dan kompleks.
2. Child with specific learning disability
Anak berprestasi rendah yang lebih populer dengan istilah anak berkesulitan belajar. Mereka mempunyai kesulitan di bidang-bidang akademik, kognitif dan masalah-masalah emosi sosial. Oleh sebab itu kelainan-kelaian yang dialami lebih bersifat psikologis, yang berimbas pada gangguan kelancaran berbicara, berbahasa dan menulis. Masing-masing anak memiliki gejala dan kendala berbeda yang membuat mereka memiliki kesulitan belajar, tapi biasanyaada persamaan gejala: Anak-anak LD terlihat tidak berkemampuan sebagai pendengar yang baik, berfikir, berbicara, membaca dan menulis, mengeja huruf, dan perhitungan yang bersifat matematika. Tes hasil belajar di sekolah menunjukan angka rendah. Yang tergolong learning disabilitis adalah anak dengan ganguan persepsi, cedera otak/cerebal palsy, minimal brain dysfunction, dyslexia dan developmental aphasia.
Anak-anak dengan learning dissability sebenarnya tidak bodoh, mereka punya kemampuan tinggi di satu bidang, tapi kendala mereka menyebabkan mereka membutuhkan penanganan khusus untuk mencapai kemampuan tersebut.
3. Child with emotional or behavioral disorder
Anak dengan ganguan perilaku menyimpang/emosional menunjukan masalah perilaku yang dapat terlihat seperti ; selalu gagal/tidak dapat menjalin hubungan pribadi yang intim, berprilaku tidak pada tempatnya (sering mencari perhatian dengan cara-cara yang tidak logis), merasakan adanya depresi dan tidak bahagia (diri sendiri/bisa keluarga/lingkungan sosial) prestasi belajar menurun (memiliki masalah-masalah kesulitan belajar bukan disebabkan faktor intelektual, sensori atau kesehatan).
Mereka harus dibantu memecahkan masalahnya agar emosinya bisa disesuaikan seperti anak-anak lainnya.
4. Child who have attention deficit disorder with hyperactive (ADHD)
ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh karena mereka selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain. Tidak dapat duduk diam di satu tempat selama ± 5-10 menit untuk melakukan suatu kegiatan yang diberikan kepadanya. Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung dan pikirannya selalu kacau, sering mengabaikan perintah atau arahan, sering tidak berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf. Anak-anak ini mengalami kesulitan untuk fokus dan berkonsentrasi cukup lama untuk menyelesaikan tugas mereka.
5. Down Syndrom
Anak down syndrom sangat mudah dikenali lewat bentuk wajahnya (seperti orang mongol). Tapi beberapa diantaranya tidak memperlihatkan bentuk muka down syndrom (layaknya anak normal). Mereka biasanya sangat pendiam, sering bermasalah dengan koordinasi otot-otot mulut tangan dan kaki sehingga sering mengalami terlambat berbicara dan berjalan. Kemampuan inteligensinya dibawah rata-rata normal menyebabkan mereka sulit mengikuti tugas-tugas perkembangan anak normal, baik dalam aspek akademis, emosi dan bersosialisasi. Tak jarang behavioralnya juga memperlihatkan perilaku yang tidak adaptif (sering mencari perhatian yang berlebihan, memperihatkan sikap keras kepala yang berlebihan (shut off/berlagak seperti patung) dan kekanak-kanakan.
Selain penggolongan diatas juga ada anak-anak dengan kekurangan pada indra atau anggota tubuhnya, yang populer disebut anak cacat -walaupun saya sendiri memilih untuk menyebutnya anak-anak dengan kekurangan fisik. kekurangan tersebut
1. Child with communication disorder and deafness
Lebih popular dengan istilah tunarungu/wicara adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar sebahagian atau keseluruhan, akibat tidak berfungsinya indra pendengaran sebagaian/keseluruhan. Terkadang ada juga yang pendengarannya tidak mampu mendengar suara dengan frekuensi atau modulasi spesifik.
2. Child with partially seeing and legally blind
Anak tunagrahita dikategorikan sebagai anak-anak yang memiliki indra ke-enam. Hal ini mengacu kepada kemampuan inteligensi yang cukup baik, daya ingat yang kuat, kemampuan taktil yang tinggi berupa kemampuan merasakan objek melalui ujung jari-jemarinya sebagai pengganti indra penglihatannya. Anak tunagrahita mempresepsikan dunia dengan menggunakan indra sensoriknya, sehingga mereka membutuhkan latihan dalam waktu yang lama untuk menguasai dunia persepsi. Dalam melakukan interaksi sosial umumnya dilakukan dengan cara menyentuh dan mendengar objeknya, sehingga kurang menarik bagi lawan bicaranya.
Selain kategori diatas, ada juga kategori anak lain yang sebenarnya lebih bersifat kelebihan daripada kekurangan. Kategori tersebut adalah :
1. Gifted Children
dalam berbagai literatur sering disebutkan bahwa yang termasuk gifted children adalah anak-anak yang: a. Memiliki skor IQ 140 atau lebih diukur dengan instrument Stanford Binet (general intellectual ability).
b. Mempunyai problem solving, kreatifitas tinggi dan produktif.
c. Memiliki keunggulan dibidang akademik/ seni/ sastra/ verbal/ estetika/ sport/ sosial.
d. Memiliki kemampuan kepemimpinan yang teliti dan visioner.
dan seterusnya. Sebenarnya segala kelebihan itu bukan satu-satunya ciri anak gifted. anak-anak berbakat seringkali justru menjadi anak-anak yang sukar dimengerti, susah diatur, keras kepala, terlalu eksploratif, bahkan ada yang mengalami gejala telat bicara. Mereka butuh dimengerti, karena bakat mereka membuat mereka punya kemampuan dan cara berbeda untuk belajar dan mengembangkan diri. Dalam beberapa kasus, anak-anak berbakat sering disalah golongkan menjadi anak Hiperaktif, anak Autis
bahkan - seperti dalam kasus Albert Einstein - ia dikategorikan sebagai idiot oleh guru sekolah dasarnya, dan disarankan untuk keluar sekolah normal. Kesalahan penggolongan itu bisa sangat membahayakan masa depan anak jika tidak diperbaiki. Anak anak ini termasuk anak spesial, yang membutuhkan penanganan spesial untuk mengeluarkan potensinya.
2. Indigo Children
Anak-anak Indigo dilahirkan dengan kelebihan diluar nalar manusia. Beberapa bisa berkomunikasi dengan mahluk gaib, lainnya memiliki kemampuan intuisi yang kuat, terkadang mampu memprediksi sesuatu sebelum terjadi, meramalkan sesuatu yang bersifat futuristik yang mungkin beberapa waktu (tahun/abad) baru diketahui orang normal. perkembangan anak-anak ini sulit dinalar orang tua, karena biasanya mereka mengalami pengalaman berupa penglihatan, pendengaran atau pengetahuan yang hanya akan dianggap khayalan, halusinasi atau sesuatu yang dianggap hanya karangan oleh orang tua mereka sendiri. Banyak aak-anak indigo yang berakhir di rumah sakit jiwa atau psikiater mental karena ketidak mengertian orang tua, apalagi di daerah yang penduduknya kurang percaya hal-hal diluar nalar.
Semoga tulisan diatas bisa berguna bagi para pembaca. Saya hanya ingin mengingatkan para orang tua agar percaya pada perkembangan dan potensi anak, seperti apapun kondisinya. Sudah banyak contoh, anak-anak spesial pun bisa berprestasi dan menghasilkan sesuatu yang hebat jika diberikan kebutuhan khusus mereka. Memang akan menjadi perjuangan yang berat dan panjang bagi para orang tua dengan anak berkebutuhan khusus, tapi mudah-mudahan dengan berbagi beban itu bisa terasa lebih ringan.
Disarikan dari berbagai tulisan.
oleh: ayahnya Radit
http://ceritaradit.blogspot.com/2009_10_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar