Jumat, 26 November 2010

Nilai-nilai Konflik

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
2. Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.
5. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
6. Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993).
7. Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami (Pace & Faules, 1994:249).
8. Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984).
9. Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341).
10. Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda (Devito, 1995:381)

Penyebab Konflik

Individu-individu dalam organisasi mempunyai banyak tekanan pengoperasian organisasional yang menyebabkan konflik. Secara lebih konsepsual Litterer mengemukakan empat penyebab konflik organisasional, yaitu:

1. Suatu situasi dimana tujuan-tujuan tidak sesuai.
2. Keberadaan peralatan-peralatan yang tidak cocok atau alokasi-alokasi sumber daya yang tidak sesuai.
3. Ketidak tepatan status suatu masalah.
4. Perbedaan persepsi.

Di dalam organisasi terdapat empat bidang struktural, dan di bidang itulah konflik sering terjadi, yaitu:

* Konflik hirarkis, adalah konflik antara berbagai tingkatan organisasi.
* Konflik fugsional, adalah konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi.
* Konflik lini-staf, adalah konflik antara lini dan staf.
* Konflik formal-informal, adalah konflik antara organisasi formal dengan organisasi informal

Penyebab Konflik

1. Interdepence >tidak semua interdependence menyebabkan konflik, jika:
a. ada kerjasama antar anggota dalam interdepence shg konflik ↓
b. ada kompetisi antar anggota dalam interdepence shg konflik ↑ Deutch (1949): >pure cooperation -> promotive interdependence : dengan menolong >pure competition -> contrient interdependence : anggota bisa meraih tujuannya hanya jika anggota lain gagal memilihnya
2. Influence stategies >strategi-strategi untuk mempengaruhi orang lain, ancaman, hukuman dan negatif reinforcement -> meningkatkan konflik
3. Misunderstanding dan misperception

Sumber : Handout Psikologi Kelompok, (Oleh : Klara Innata Arishanti, S.Psi)

Lima Tahap Perkembangan Konflik

STORMING : KONFLIK DALAM KELOMPOK >Munculnya disagreement, pertengkaran dan friksi diantara anggota kelompok yang melibatkan kata-kata, emosi dan tindakan. Tahap-tahap perkembangan konflik:
1. Disagreement >perlu segera diindentifikasi disagreementnya: • apakah benar-benar ada atau sekedar kesalahpahaman • apakah perlu segera ditangani atau terselesaikan sendiri • jika benar-benar ada dan menyangkut beberapa faktor situasional minor

2. Confrontation >dua orang atau lebih saling bertentangan -> verbal attack. >diakhir tahap ini, tingkat koalisi (sub kelompok dalam kelompok) dimana anggota kelompok menjadi terpolarisasi (membentuk blok-blok).

3. Escalation >pada tahap ini, anggota kelompok menjadi semakin kasar, suka memaksa, mengancam, sampai pada kekerasan fisik -> timbul mosi tidak percaya (distrust), frustasi dan negatif reciprocity.

4. Deescalation >berkurang atau menurunnya konflik >anggota mulai sadar waktu dan energi yang terbuang sia-sia dengan berdebat
Mekanisme pengolahan konflik:
a. Negosiasi : secara interpersonal sengan asumsi bahwa tiap orang akan mendapatkan keuntungan dengan adanya situasi – distributive issues : negosiasi berhasil, satu pihak puas, pihak yang lain mengikuti karena pihak yang lain itu memiliki power – integrative issues : negosiasi berhasil, kedua pihak merasa puas (win win solution) b. Membangun kepercayaan : dengan mengkomunikasikan keinginan individu secara hati-hati dan harus konsisten antara apa yang diomongkan dengan perilaku aktualnya

5. Conflict Resolution >tiap konflik sampai pada tahap ini, meskipun tidak semua pihak puas akan hasilnya



Sumber : Handout Psikologi Kelompok, (Oleh : Klara Innata Arishanti, S.Psi)

Storming :Konflik dalam kelompok

Pada tahap ini, pembangunan peran diantara masing-masing peserta mulai terbentuk. Storming merupakan fase yang sangat penting dalam dinamika kelompok, karena pada tahap ini akan terjadi tarik menarik, uji coba, bahkan konflik. Benturan antarpribadi sangat mungkin terjadi pada tahap ini – bahkan benturan antara peserta dengan pemimpin kelompok. Seorang fasilitator diharapkan dapat memberikan dukungan kepada seluruh kelompok. Dengan mengembangkan dan menggunakan teknik-teknik fasilitasi, fasilitator juga perlu senantiasa mengingatkan peserta akan tujuan dan norma-norma kelompok. Usahakan agar fasilitator dapat menjaga terjadinya keterbukaan dan mendorong setiap peserta untuk mengatasi konflik yang terjadi.

Sumber : http://oktavya.wordpress.com/2010/10/20/tahapan-pembentukan-kelompok/

Proses Pertukaran Sosial

Pada umumnya,hubungan sosial terdiri daripada masyarakat, maka kita dan masyarakat lain di lihat mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi dalam hubungan tersebut,yang terdapat unsur ganjaran , pengorbanan dan keuntungan . Ganjaran merupakan segala hal yang diperolehi melalui adanya pengorbanan,manakala pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah ganjaran dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antara dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan,dan persahabatan.

Analogi dari hal tersebut, pada suatu ketika anda merasa bahwa setiap teman anda yang di satu kelas selalu berusaha memperoleh sesuatu dari anda. Pada saat tersebut anda selalu memberikan apa yang teman anda butuhkan dari anda, akan tetapi hal sebaliknya justru terjadi ketika anda membutuhkan sesuatu dari teman anda. Setiap individu menjalin pertemanan tentunya mempunyai tujuan untuk saling memperhatikan satu sama lain. Individu tersebut pasti diharapkan untuk berbuat sesuatu bagi sesamanya, saling membantu jikalau dibutuhkan, dan saling memberikan dukungan dikala sedih. Akan tetapi mempertahankan hubungan persahabatan itu juga membutuhkan biaya (cost) tertentu, seperti hilang waktu dan energi serta kegiatan-kegiatan lainnya yang tidak jadi dilaksanakan. Meskipun biaya-biaya ini tidak dilihat sebagai sesuatu hal yang mahal atau membebani ketika dipandang dari sudut penghargaan (reward) yang didapatkan dari persahabatan tersebut. namun, biaya tersebut harus dipertimbangkan apabila kita menganalisa secara obyektif hubungan-hubungan transaksi yang ada dalam persahabatan. Apabila biaya yang dikeluarkan terlihat tidak sesuai dengan imbalannya, yang terjadi justru perasaan tidak enak di pihak yang merasa bahwa imbalan yang diterima itu terlalu rendah dibandingkan dengan biaya atau pengorbanan yang sudah diberikan.

Analisa mengenai hubungan sosial yang terjadi menurut cost and reward ini merupakan salah satu ciri khas teori pertukaran. Teori pertukaran ini memusatkan perhatiannya pada tingkat analisa mikro, khususnya pada tingkat kenyataan sosial antarpribadi (interpersonal). Pada pembahasan ini akan ditekankan pada pemikiran teori pertukaran oleh Homans dan Blau. Homans dalam analisanya berpegang pada keharusan menggunakan prinsip-prinsip psikologi individu untuk menjelaskan perilaku sosial daripada hanya sekedar menggambarkannya. Akan tetapi Blau di lain pihak berusaha beranjak dari tingkat pertukaran antarpribadi di tingkat mikro, ke tingkat yang lebih makro yaitu struktur sosial. Ia berusaha untuk menunjukkan bagaimana struktur sosial yang lebih besar itu muncul dari proses-proses pertukaran dasar.

Berbeda dengan analisa yang diungkapkan oleh teori interaksi simbolik, teori pertukaran ini terutama melihat perilaku nyata, bukan proses-proses yang bersifat subyektif semata. Hal ini juga dianut oleh Homans dan Blau yang tidak memusatkan perhatiannya pada tingkat kesadaran subyektif atau hubungan-hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara tingkat subyektif dan interaksi nyata seperti yang diterjadi pada interaksionisme simbolik. Homans lebih jauh berpendapat bahwa penjelasan ilmiah harus dipusatkan pada perilaku nyata yang dapat diamati dan diukur secara empirik.[1] Proses pertukaran sosial ini juga telah diungkapkan oleh para ahli sosial klasik. Seperti yang diungkapkan dalam teori ekonomi klasik abad ke-18 dan 19, para ahli ekonomi seperti Adam Smith sudah menganalisa pasar ekonomi sebagai hasil dari kumpulan yang menyeluruh dari sejumlah transaksi ekonomi individual yang tidak dapat dilihat besarnya. Ia mengasumsikan bahwa transaksi-transaksi pertukuran akan terjadi hanya apabila kedua pihak dapat memperoleh keuntungan dari pertukaran tersebut, dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dapat dengan baik sekali dijamin apabila individu-individu dibiarkan untuk mengejar kepentingan pribadinya melalui pertukaran-pertukaran yang dinegosiasikan secara pribadi.

FORMING: MENJADI SEBUAH KELOMPOK

Soliditas adalah modal dasar yang sangat penting dalam sebuah tim. Ibarat sebuah bangunan dalam sebuah gedung, soliditas layaknya fondasi yang menentukan sebarapa kuat sebuah gedung bisa ditinggikan dan seberapa besar beban yang bisa ditanggung oleh gedung tersebut. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dibangun untuk membentuk sebuah tim yang hebat adalah kekompakan atau soliditas dalam sebuah tim.

Betapa tidak sebuah tim sejatinya adalah sebuah organisasi. dan sebagaimana sebuah organisasi, maka ia terdiri dari berbagai individu yang bergabung, bekerjasama untuk mencapai tujuan yang sama. Dari sinilah mengapa soliditas atau kekompakan menjadi kunci keberhasilan sebuah tim kerja. Karena individu yang bergabung kemudian bekerjasama tentu perlu menyamakan persepsi dan perasaan agar proses kerjasama bisa berjalan dengan lancar dan tujuan bisa tercapai dengan cara yang terbaik. Nah proses inilah yang kemudian biasa disebut dengan istilah membangun tim (team building). Proses ini adalah tahapan paling kruisal, karena kekompakan adalah sesuatu yang sangat sering kita dengar tapi sangat jarang kita temukan/rasakan.

Sebuah kelompok yang solid tentunya tidak terbentuk begitu saja. Sebuah tim, sekuat dan sebagus apapun potensi masing-masing individu yang menjadi anggotanya tentu memerlukan waktu yang cukup agar mereka bisa bekerjasama dengan baik. Oleh karena itu sebuah tim juga memiliki fase-fase yang harus dilewati untuk menjadi tim yang hebat. Fase-fase itu adalah FORMING, STORMING, NORMING, PERFORMING dan ADJOURNING. Fase-fase ini tentu adalah pola umum yang biasa terjadi pada sebuah tim.

Forming (pembentukan), sebuah kelompok terbentuk karena memiliki tujuan yang sama. Tujuan adalah satu prasayarat utama kenapa sebuah kelompok terbentuk. Dalam arti lain tujuan ini mungkin bisa diwakili oleh kepentingan. Sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama pasti secara alami akan memiliki rasa solidaritas dan persamaan sehingga bisa selanjutnya terbentuk menjadi sebuah kelompok.

Namun sekedar tujuan/kepentingan tidak menjamin sebuah kelompok akan berjalan dengan baik. Karena fase kedua pasti akan dilalui, yaitu storming. Storming (badai/uijian) adalah fase kedua yang harus dilalui. Setiap kelompok pasti akan diuji akan persamaan kepentingannya. Konflik mulai terjadi dan ada perselisihan. Hal ini terjadi karena masing-masing individu memliki latar belakang, persepsi, cara kerja dan kebiasaan yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan memicu konflik, sehingga seacara alamiah akan terasa kebutuhan terhadap standar, aturan dan kesepahaman dalam melakukan sesuatu. Fase inilah yang disebut dengan Norming (pembentukan norma-norma/aturan). Dan untuk mencapai fase ini komunikasi dan saling memahami antar anggota tim sangatlah penting. Jika ketiga fase tersebut bisa dilalui dan berjalan dengan lancar, maka sebuah tim bisa menjadi tim yang hebat!

Namun tidak cukup dengan kekompakan saja, untuk menjadi tim yang hebat, sebuah kelompok memerlukan beberapa hal lain agar mereka bisa menjadi tim yang hebat. Diantaranya adalah hal-hal berikut ini :
• Clear Goals (tujuan yang jelas)
• Contribution (Kontribusi yang jelas dari masing-masing anggotanya)
• Connection (Koneksi/jaringan yang luas)
• Change Management (Manajemen Perubahan)
• Commitment (Komitmen)
• Conflict Management (Manajemen Konflik)
• Communication (komunikasi yang efektif)
• Cooperation (kerjasama)

Apabila kedepalapan item ini ada dalam sebuah tim, maka tim tersebut akan menjadi tim yang hebat.
SUMBER : MULTIPLY.COM

FORMING : Menjadi Sebuah Kelompok

Pada tahap ini, kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok
cenderung untuk bekerja sendiri dan walaupun memiliki itikad baik namun mereka
belum saling mengenal dan belum bisa saling percaya. Waktu banyak dihabiskan untuk
merencanakan, mengumpulkan infomasi dan mendekatkan diri satu sama lain.

A. Pandangan Psikoanalisis

Menurut Freud, orang bergabung dalam kelompok karena keanggotaan dapat memuaskan kebutuhan dasar biologis dan psikologis tertentu.
Terdapat 2 proses pembentukan kelompok, yaitu:

1. Identifikasi
energi emosi individu (libido) diarahkan ke dirinya dan orang lain.
Individu menjadikan orang lain (orang tua) sebagai model egonya itulah yang disebut EGO IDEAL. Penerimaan orang tua sebagai objek kasih sayang anak akan membentuk ikatan yang kuat, adanya kepuasan melalui sense of belonging, kesalingtergantungan, perlindungan terhadap ancaman luar dan meningkatkan self development.
2. Transferen
bagaimana pembentukan kelompok pada masa awal kehidupan individu mempengaruhi perilaku kelompok selanjutnya. Individu melihat pemimpin kelompok sebagai figur otoritas sebagaimana individu menganggap seperti orang tuanya.

B. Pandangan Sosiobiologi
Menurut pandangan ini, orang bergabung dalam suatu kelompok untuk memuaskan keinginan yang kuat untuk berafiliasi secara biologis.
Didasarkan teori evolusi dari Charles Darwin : bergabung dengan anggota lain dari satu spesies merupakan ekspresi strategi yang stabil secara evolusioner dan kultural dari individu yang dapat meningkatkan rerata kesuksesan reproduksi.

C. Pandangan Proses Pembandingan Sosial
Menurut Leon Festinger (1950, 1954). individu membutuhkan orang lain karena mereka membutuhkan informasi tentang diri mereka dan lingkungan mereka dan kebutuhan akan informasi. Hal ini hanya dapat dipenuhi dari orang lain. Individu membandingkan diri mereka dengan orang lain tentang keyakinan, opini dan sikap mereka.

D. Pandangan Pertukaran Sosial
Model ketertarikan kelompok, dengan mempertimbangkan :
1. reward
2. cost